Surat-Kabar, Makassar | Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar menanggapi soal dugaan kerugian keuangan negara sebesar Rp360 miliar dalam addendum ketiga kerja sama dengan PT Traya Tirta Makassar, sebagaimana diberitakan oleh media dan dilaporkan oleh Lembaga Kontrol Keuangan Negara (LKKN) ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.
Legal Consultant PDAM Makassar, Adiarsa MJ, SH, MH, menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar dan cenderung membangun opini tanpa pemahaman utuh terhadap substansi kontrak dan dasar hukum kerja sama yang dimaksud. Ia menyoroti klaim media soal “kerugian negara” yang dinilainya sangat berlebihan.
“Lucu kalau hari ini ada media bukan hanya memberitakan, tapi juga menghitung kerugian dan, memproyeksikan nilai keuangan perusahaan, tindakan tersebut tidak hanya menyalahi tugas pokok pers yang diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, tetapi juga berpotensi melanggar Kode Etik Jurnalistik, khususnya Pasal 1 dan 3. Apalagi dalam pemberitaan nya sangat jelas menyimpulkan seolah-olah PDAM merugi, UU Pers Pasal 3 ayat (1) menegaskan bahwa ‘Pers nasional berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial’. Tidak ada disebut bahwa pers berfungsi sebagai auditor keuangan dan Sejak kapan tugas media menjadi auditor atau bertindak seperti BPK atau BPKP?, ” ujar Adiarsa dalam keterangannya, Sabtu (21/06/2025).
Menurutnya, tudingan bahwa PDAM akan mengalami kerugian Rp360 miliar selama perpanjangan lima tahun kontrak (2027–2032) merupakan klaim yang sangat spekulatif. Angka tersebut dihitung berdasarkan asumsi harga air curah yang terus meningkat dan volume pasokan tertentu, tanpa memperhitungkan struktur biaya, kebutuhan layanan, hingga potensi pendapatan yang dihasilkan dari layanan kepada pelanggan dan tanpa pengetahuan bahwa salah satu fungsi addendum III tersebut untuk peningkatan kapasitas dari 1300 Liter per detik dimaksimalkan ke 1500 per detik.
Adiarsa juga menegaskan bahwa addendum ketiga yang dilakukan pada 2021 dilakukan berdasarkan kebutuhan operasional dan landasan hukum yang kuat. Keputusan itu tidak dilakukan secara sepihak, melainkan melalui proses yang Panjang dengan melibatkan pendamping dari pengacara negara (Kejati Sulsel ), BPKP Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan, Wali Kota Makassar selaku KPM, Dewan Pengawas PDAM serta pihak konsultan Tim dan Lowyer.
“Selain itu, persiapannya dilaksanakan lebih dari satu tahun agar segala aspek terpenuhi termasuk aspek hukum dan aspek ekonomi dengan prinsip kehati hatian dalam mengelola BUMD dengan tetap mengacu pada Good Coorporate Governance (GCG), jadi kalau kontraknya dianggap merugikan, silakan tunjukkan pasal mana yang dilanggar atau nilai investasi apa yang fiktif. Tapi jangan hanya memelintir angka proyeksi dan menjadikannya seolah-olah itu kerugian negara. Audit itu kewenangan lembaga resmi, maaf, bukan lembaga swadaya atau media online,” tegasnya.
PDAM juga menanggapi tudingan bahwa pihaknya tidak menjalankan rekomendasi BPKP terkait harga air curah dan nilai investasi. Menurut Adiarsa, rekomendasi tersebut sudah menjadi dasar evaluasi berkelanjutan dan bukan berarti PDAM dilarang memperpanjang kontrak.
“Rekomendasi tidak berarti larangan, tapi masukan. Kita tidak mungkin mengambil keputusan strategis tanpa menimbangnya. Tapi tetap saja, pihak luar seolah tahu segalanya, lalu menyimpulkan seenaknya,” ujarnya.
Sebagai penutup, Adiarsa meminta media dan lembaga swadaya masyarakat untuk bersikap objektif dan tidak menyebarkan informasi yang menyesatkan. Ia menilai pemberitaan yang menyimpulkan potensi kerugian besar tanpa dasar audit resmi justru bisa menimbulkan keresahan publik dan merusak citra BUMD yang sedang bekerja keras memenuhi kebutuhan air bersih warga.
“PDAM bukan lembaga tertutup. Kami siap diaudit, siap diperiksa. Tapi bukan berarti semua pihak bisa seenaknya menyimpulkan kerugian hanya karena ingin membangun narasi. Mari kita bedakan antara kritik dengan spekulasi liar,” pungkasnya. (anr)