Surat-Kabar.com | Lembaga Komunitas Peduli Lingkungan Ekonomi Sosial (L-Kompleks) angkat bicara tegas terkait mandeknya penanganan kasus dugaan korupsi dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Polewali Mandar (Polman). Lambannya proses audit kerugian negara oleh BPKP Sulawesi Barat, yang telah berlangsung lebih dari enam bulan, dinilai sebagai bentuk nyata pelemahan penegakan hukum dan berpotensi mengarah pada skenario impunitas.
Ruslan Rahman, Sekretaris Jenderal L-Kompleks, menyebut keterlambatan hasil audit bukan lagi sekadar persoalan teknis, melainkan sinyal kuat adanya ketidaktegasan aparat penegak hukum dalam mengusut tuntas kasus yang menyangkut penggunaan uang rakyat tersebut.
“Ini aneh dan mencurigakan. Audit diminta sejak Desember 2024, sekarang sudah awal Juli 2025, belum juga selesai. Jika dibiarkan, ini bisa jadi contoh buruk bahwa korupsi bisa dilindungi hanya dengan memperlambat proses hukum,” tegas Ruslan, Kamis (3/7/2025).
L-Kompleks menilai, sikap pasif Kejaksaan Negeri Polman dalam menyikapi keterlambatan BPKP justru memperkuat kecurigaan publik akan adanya permainan di balik meja. Terlebih, pihak kejaksaan sendiri sudah menyatakan unsur pidana telah terpenuhi dan tinggal menunggu hasil audit untuk menetapkan lebih dari satu tersangka.
“Kalau unsur pidana sudah cukup, mengapa harus menunggu hasil audit yang tak kunjung selesai? Ini justru membuka ruang kompromi. Kami curiga ada upaya mengulur-ulur waktu demi melindungi pihak tertentu,” lanjut Ruslan.
L-Kompleks juga mengancam akan melaporkan keterlambatan audit ini ke Ombudsman RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bentuk intervensi sipil terhadap proses hukum yang terkesan dibiarkan menggantung.
“Kami akan membawa masalah ini ke jalur konstitusional. Jika perlu, kami minta KPK turun tangan. Rakyat tidak boleh terus-menerus dibohongi oleh prosedur yang dijadikan tameng untuk menutup-nutupi kebenaran,” tegasnya.
Sementara itu, sebelumnya pihak Kejari Polman mengakui telah menerima surat permintaan perpanjangan waktu audit dari BPKP Sulbar. Permintaan tersebut dikirim pekan lalu, tanpa penjelasan mendetail soal alasan keterlambatan.
“Kami bersurat ke BPKP sejak Desember tahun lalu. Memang ada permintaan perpanjangan waktu dari mereka,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Polman, Febrianto Patulak, Rabu (25/6/2025).
Febrianto menyatakan penetapan tersangka direncanakan bulan depan, namun tetap bergantung pada keluarnya hasil audit kerugian negara dari BPKP.
“Pokoknya lebih dari satu tersangka. Unsurnya sudah cukup, tinggal tunggu hasil audit. Tidak lama mi sebenarnya itu,” jelasnya.
Namun bagi L-Kompleks, pernyataan semacam ini justru memperjelas ambiguitas dan potensi kompromi hukum. Penegakan hukum, kata Ruslan, tidak boleh tunduk pada alasan birokrasi yang tidak transparan.
(Anr)