Surat-Kabar, Jakarta | Menurut Dinal Salim, Tokoh ahli lingkungan yang juga anak dari begawan ilmu lingkungan Indonesia Prof. Emil Salim dalam rilisnya di Jakarta, Senin (12/10/2020) mengatakan UU Cipta Kerja merupakan sebuah langkah maju dalam membenahi permasalahan dunia industri di Indonesia dengan tanpa mengesampingkan aspek lingkungan. Dengan demikian, Omnibus Law adalah usaha dan komitmen Jokowi dalam membenahi lingkungan hidup dan meningkatkan kualitas dan kapasitas industri di Indonesia.
Menurut Dinal “Panglima aspek lingkungan dalam UU Cipta Lapangan Kerja adalah tata ruang, dikarenakan secara kajian akademik aspek lingkungan itu berhubungan erat dengan tata ruang. Sebagaimana definisi ruang yang difahami sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Dengan demikian, adanya UU Cipta Kerja tidak menghapuskan Undang Undang No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Oleh sebab itu, Omnibus Law mempermudah investasi sepanjang sesuai dengan tata ruang yang memiliki prinsip aman, nyaman dan berkelanjutan”
Pada umumnya di Indonesia memahami tata ruang hanya fokus pada satu wilayah yaitu tata ruang perkotaan, padahal yang dimaksudkan tata ruang itu melingkupi semua aspek baik ruang darat, ruang laut dan ruang udara. “Selama ini semua konflik agraria itu terjadi karena adanya ketidaksesuaian dengan tata ruang dan lingkungan hidup” Ujar Dinal
Dinal menilai bahwa terdapat mispersepsi yang cukup substantif dikalangan sebagian masyarakat berkenaan dengan pasal-pasal mengatur permasalahan lingkungan hidup. Salah satunya adalah misinformasi yang mengatakan AMDAL di hapus. Tentu saja ini adalah informasi yang salah.
Dalam Omnibus Law AMDAL tetap ada bahkan akan semakin “bergigi”. Selama ini AMDAL hanya jadi “dokumen pelengkap perizinan” untuk sebuah proyek. Dalam prakteknya, pengurusan dokumen AMDAL malah jadi salah satu hal yang menjadi alasan untuk “memeras” pengusaha. Dengan Omnibus Law Presiden jokowi ingin menebas para rente yg senang nya memeras pengusaha dgn berdalih di perizinan. Tambah Dinal kepada Redaksi
“Tau gak berapa persen biaya perizinan yg harus di keluarkan pengusaha terkait dengan perizinan lingkungan? Fakta di lapangan utk ngurus perizinan terkait dengan dokumen lingkungan hidup bisa mencapai 20% dari nilai investasi proyeknya. Hal inilah yang menjjadi salah satu habatan dari para pengusaha dalam mengembangkan industri di Indonesia. Dalam omnibus law ini tidak ada kelonggaran untuk perizinan yang terkait dengan lingkungan hidup, hanya teknis dan tata kelolanya saja yang dibenahi.
Menurut alumni University of Houston ini yang harus dilakukan oleh jokowi memastikan adanya sinkronisasi, kordinasi dan komunikasi yang lancer diantara semua sektor supaya tidak ada ego sektoral.
Selain dari itu, dikarenakan tugas, wewenang dan tanggung jawab Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan sangat besar sekali. Secara tidak langsung KLHK akan menjadi superbody, Dibutuhkan adanya check and balance. Salah satu opsi yang bisa dipilih oleh Presiden Jokowi adalah dengan mengaktifkan kembali Badan Pengendali Dampak Lingkungan (BAPEDAL)yang berada langsung dibawah Presiden.
“Dengan adanya Badan Pengendalian Dampak Lingkungan yang berada langsung dibawah kordinasi Presiden ini menunjukan komitmen Presiden Jokowi berkaitan dengan Lingkungan. BAPEDAL mempunyai tugas menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pengendalian dampak lingkungan hidup yang meliputi pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup serta pemulihan kualitas lingkungan hidup dalam penyusunan kebijakan teknis dan program pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Pungkas Dinal. (**)