Surat-Kabar.com | Hampir empat tahun pasca peristiwa gempa dan tsunami yang melanda kota Palu sejak terjadi pada 28 September 2018. Upaya pemerintah pusat maupun pemerintah Kota Palu saat itu dalam membangkitkan kembali Kota Palu pasca bencana Gempa dan Tzunami terus dilakukan hingga kota tersebut betul – betul pulih dan bangkit dalam waktu yang tidak lama.
Akan tetapi, upaya pemerintah Kota pada saat itu untuk mengembalikan Kota Palu seperti sebelumnya justru terus disesatkan oleh informasi menyesatkan di media sosial yang terus menerus menuding Festival Palu Nomoni yang dilaksanakan Pemerintah Kota Palu Dr.Hidayat,M.Si dan Sigit Purnomo (Pasha) pada saat itu merupakan pemicu atau penyebab terjadinya bencana tersebut bahkan hingga hari ini Informasi Hoax tersebut masih saja bermunculan di Media Sosial.
Pada masa sehari pasca gempa Hoaks-hoaks terkait gempa palu terus bermunculan, dan bahkan selalu menyesuaikan dengan perkembangan terkini penanganan bencana yang bahkan, Hidayat – Pasha sempat di demo dengan tudingan bahwa Wali Kota dan wakilnya adalah Pemuja Setan dan harus bertanggung jawab atas terjadinya gempa serta harus mundur dari jabatan.
Infodemik, atau penyebaran informasi keliru secara massif itu hingga saat ini pasca hampir empat tahun bencana gempa dan tsunami usai masih saja terus berseliweran di media sosial Facebook yang memunculkan pertanyaan besar.
Tidak ada penyaring
Sekretaris Dewan Pimpinan Pusat DPP Pewarta Online Indonesia POIN, Ruslan Rahman, mengatakan, perbedaan platform media sosial dengan media konvensional merupakan salah satu faktor yang mendorong hoaks terus bermunculan.
“Perbedaannya adalah bahwa konten di media sosial dapat disampaikan antara pengguna tanpa proses gatekeeping dengan penyaringan pihak ketiga, pemeriksaan fakta, atau penilaian editorial,” kata Ruslan saat dihubungi media, Sabtu, (27/8/2022).
Kemudian Isu Hoax tersebut juga banyak muncul dimedia konfensional itu bukan berarti media massa pada saat itu ikut menyebarkan Hoax akan tetapi Hoax atau isu tersebut diangkat media disebabkan isu yang berkembang pada saat itu memang besar dan kuat dugaan ada sasaran serta tujuan atas isu Hoax itu dihembuskan.
Tidak lepas dari politik
Ruslan menjelaskan, terjadinya bencana gempa tsunami September 2018 yang diketahui waktu tersebut sangat dekat dengan tahun politik 2019 dan pilkada serentak 2020, itu menunjukkan bahwa hoaks digunakan oleh aktor politik untuk kepentingan politik dengan tujuan memengaruhi pemilih.
Usai gempa terjadi dengan sangat cepat bermunculan coretan di tembok- tembok dan di beberapa jalan protokol yang bertuliskan Wali Kota Palu Pemuja Setan hingga tuntutan Turunkan Wali Kota Palu Hidayat, hal tersebut sudah jelas porsi dan tujuannya apa dalam politik, namun disaat kondisi psikis dan batin masyarakat yang baru saja mengalami bencana alam tentu saja isu itu ditelan mentah – mentah oleh masyarakat yang saat itu tidak mungkin menyalahkan Tuhan dan Wali Kota Lah yang pas untuk disalahkan walaupun itu jauh dari kata rasional.
Ruslan menambahkan, gempa yang terjadi pada saat itu tidak hanya meluluh lantahkan Kota Palu, melainkan Kabupaten Sigi dan Donggala pun terkena gempa, lalu apakah di Sigi dan Donggala ada gerakan menyalahkan Festival Palu Nomoni dan menyebut Wali Kota Palu Pemuja Setan…? jawaban nya adalah tidak ada, nah hal itu sudah menjawab untuk apa Hoax Palu Nomoni dan Pemuja Setan itu Diproduksi.
“Kemudian mengapa Infodemik atau Hoax tersebut masih saja ada, itu karena tahun depan merupakan tahun Politik ditambah lagi pada tahun 2024 ada Pilpres dan Pileg serta Pilkada serentak yang mana Kota Palu pun akan menyelenggarakan pesta demokrasi tersebut, Mungkin saja Wali Kota yang saat itu dibentuk karakternya sebagai Pemuja Setan mungkin diketahui akan bertarung di Pilwali atau Pilgub, itu saya tidak faham jadi silahkan anda konfirmasi ke Hidayat dan pasha nya langsung apakah dia atau mereka mau maju di pilkada nanti,”tutup Ruslan kepada media.(***)
(Hr)